Minggu, 03 April 2011

awan - kamu - aku

Awan selalu bergerak, berarak bersamaan. Kadang, jika manusia benar-benar memperhatikan, dari arah dan lintasan awan itu mereka akan bisa menemukan bentuk-bentuk tidak masuk akal. Dan bagi mereka yang cukup beruntung untuk tau apa makna darinya, akan terhenyak dan menggumam, berpikir tentang apa yang barusan dilihatnya.

Orang bilang, ketika kamu menemukan wajah orang yang kamu sayangi dibentuk oleh awan, tandanya dia sedang merindukanmu. Terbujuk dengan kiasan ala dongeng 1001 malam itu, dengan bodoh dan polos aku mencoba mencari, dari arah manapun yang bisa kujangkau. Aku mencari seukir wajah yang tidak setampan pemeran Percy Jackson; tidak juga sememikat Chace Crawford. Aku, mencari wajahmu di langit sana.


Lalu, hey, aku menemukannya. Ya, di sana. Wajahmu begitu lembut dengan senyum jenakamu yang selalu aku idolakan. Aku suka senyummu, apalagi ketika aku yang membuatnya terukir.


Tiba-tiba aku menangis—seperti gadis kecil manja yang ingin permen—ketika wajahmu hilang dari langit. Aku menangis karena sekarang aku yang merindukan wajah itu. Setelah sekian lama dari terakhir kali aku dan kamu bahagia bersama, aku merindukanmu. Lagi. Dengan cara yang sungguh lucu dan bodoh, karena sebenarnya aku tidak boleh.


Aku rindu caramu tersenyum kepadaku, lalu kubalas dengan cengiran jahil.


Aku rindu caramu menggandeng tanganku, karena kamu membiarkanku mencakar tanganmu seperti anak kecil, yang (lagi-lagi) manja.


Aku rindu kamu berkata “nggak boleh” ketika aku berbuat aneh-aneh dan bisa membahayakan diriku sendiri. Lalu dengan nakalnya aku tidak menggubris laranganmu dan malu ketika terluka karena perbuatanku sendiri. Saat itu kamu tidak pernah menyalahkan atas kenakalanku, kamu malah mengulurkan tangan dan membantuku berdiri lagi. Tersenyum.


Aku rindu caramu mengomel panjang pendek waktu kamu sedang kesal, dan aku tau itu adalah caramu ingin diperhatikan. Tapi aku malah masa bodoh dan memberikan respon datar-datar saja.


Aku rindu caramu melucu di saat apapun. Kamu selalu bisa membuatku tertawa setelah seharian berkutat dengan rutinitas yang membosankan. Hanya kamu yang bisa membuatku tertawa lepas, begitu bahagia.


Aku rindu caramu membantuku menyeberang di jalan raya, karena kamu menyuruhku berjalan di arah yang tidak dilalui kendaraan dan membiarkan dirimu yang menghadap kendaraan-kendaraan itu. Aku merasa aman.


Aku rindu caramu bilang “aku sayang kamu” karena meskipun kamu sering sekali bilang seperti itu, entah kenapa selalu bisa membuat pipiku bersemu merah dan mencoba bersikap biasa, padahal sebenarnya tidak. Sama sekali tidak.


Aku rindu caramu memperhatikanku seperti orang tua. Sudah makan? Sudah sholat? Ayo cepat tidur. Makan yang banyak. Ayo belajar. Jangan facebook-an terus. Cepetan mandi, bau ntar badanmu. Cepetan berangkat les, bolos terus.


Aku rindu caramu memanggil aku “sayang” dengan suara yang dikecilkan dan malu-malu.


Aku rindu dimengerti, meskipun aku sangat menyebalkan, manja, keras kepala, semaunya sendiri, dan nggak perhatian.


Aku rindu waktu kamu mengedipkan satu mata ke arahku saat kamu ada di tengah lapangan. Aku merasa spesial.


Aku rindu menjalani sehari penuh dengan gembira, tanpa mengeluh, bersemangat karenamu. Aku rindu hidup bahagia setiap hari.


Aku merindukan terlalu banyak hal tentangmu, tanpa bisa mengalami satupun sekali lagi. Aku merindukan semua itu—bahkan mungkin lebih. Entahlah, aku tidak mampu mencarinya lagi. Karena air mata ini pasti menjadi bendungan, seperti hujan deras berhari-hari. Tapi hujanku tidak ada yang tahu. Bendungan ini seperti tak tampak, tersembunyi di balik tawa dan senyumku.


Jika aku diizinkan untuk mengirim sesuatu untuk kamu, mungkin aku akan mengirim foto awan yang waktu itu membentuk wajahmu. Dengan kata-kata manis. Dengan salam rindu. Tapi kemudian aku meremas surat itu dan melemparnya ke bendungan tangisku. Aku memilih membiarkannya rusak dan akhirnya hilang. Aku tidak mau ada yang tahu bahwa aku masih berusaha mencari wajahmu di langit. Aku tidak ingin ada yang tahu, aku tidak ingin dikasihani.


Biarkan ketidak tahuanmu tentang ini yang akan membantumu untuk menemukan seseorang di luar sana; yang jauh, lebih baik daripada aku. Aku ingin kamu bahagia. Aku ingin kamu dicintai, bukan denganku.


Dan bila kamu melihat wajahku di awan, ingatlah bahwa aku hanya mampir sebentar tapi merusak banyak hal di hidupmu. Aku sudah sangat menyusahkanmu, dan aku tidak pantas berlaku seperti itu kepada orang yang sangat baik—kamu.


Kamu memang jarang sekali merenung dan menengadah ke langit seperti aku, tapi semesta di atas bumi yang luas di sekitarmu itu akan selalu menampakkan wajahku. Sesering manusia bernafas. Sesering kecelakaan terjadi di bumi. Karena sesering itulah aku merindukanmu. Tapi aku sudah berpesan kepada Tuhan untuk tidak pernah menampakkannya…


Semoga Dia mengabulkan.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Baca Artikel lainnya

MySpace glitter graphics: CoolSpaceTricks.com